Sejarah Singkat Hari Pendidikan Nasional
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Sejarah Hari Pendidikan Nasional tak lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia di era kolonialisme. Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) adalah hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia setiap tanggal 2 Mei, untuk memperingati kelahiran dan menghormati jasa Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara, pria kelahiran Pakualaman, Yogyakarta, 2 Mei 1889, ini dikenal sebagai pencetus Taman Siswa. Kutipannya yang terkenal, yakni:
“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.
Artinya:
Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik, di tengah atau diantara murid guru harus menciptakan ide dan prakarsa, di belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan serta arahan.
Nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Melansir laman Kemdikbud, Ki Hajar Dewantara melahirkan sistem pendidikan nasional bagi kaum pribumi dengan nama Taman Siswa. Perguruan Taman Siswa berdiri pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta. Taman Siswa ini mengajarkan kepada pribumi tentang pendidikan untuk semua yang merupakan realisasi gagasan dia bersama-sama dengan temannya di Yogyakarta. Sekarang Taman Siswa mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia.
Bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara merupakan Mentri Pengajaran pertama Kabinet Presiden Soekarno yang kemudian menjadi Kementrian Pendidikan dan Pengajaran dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ki Hajar Dewantara juga merupakan Pahlawan Nasional ke-2 yang ditetapkan Presiden pada tanggal 28 November 1959 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Dengan Keppres itu dia juga ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Karena jasa-jasanya, Ki Hajar Dewantara mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Dia dianggap telah memelopori sistem pendidikan nasional berbasis kepribadian dan kebudayaan nasional.
Ki Hajar Dewantara pernah bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, yakni Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Dia menjadi salah satu penulis andal. tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat anti penjajahan.
Perjuangan Selain menjadi wartawan muda, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Salah satunya aktif pada organisasi Budi Utomo. Setelah itu pada tanggal 25 Desember 1912 dirinya mendirikan Indische Partij bersama dengan Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo. Namun, Indische Partij ditolak oleh Belanda dan menggantinya dengan membentuk Komite Bumiputera pada 1913. Komite tersebut bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Perancis dengan menarik pajak dari rakyat kecil. Ki Hajar Dewantara mengkritik tindakan perayaan tersebut melalui tulisan yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk satu juga). Akibat tulisan tersebut, Ki Hajar Dewantara ditangkap Pemerintah Hindia Belanda dan dibuang ke Pulau Bangka. Namun, Ki Hajar Dewantara memilih untuk dibuang ke Belanda dan diizinkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Selama menjalani masa pembuangan di Belanda, Ki Hajar Dewantara memanfaatkannya dengan banyak belajar. Dirinya mempelajari masalah pendidikan dan pengajaran. Bahkan, prestasinya ditunjukkan dengan memperoleh Europeesche Akter.
Kiprah pendidikan Pada 1918, Ki Hajar Dewantara kembali ke Indonesia setelah menjalani hukuman selama masa pembuangan. Sekembalinya ke tanah air, Ki Hajar Dewantara bertekad untuk membebaskan rakyat Indonesia dari kebodohan untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dirinya mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa (National Onderwijs Institur Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Pendidikan ini bertujuan menanamkan rasa kebangsaan mencintai tanah air untuk berjuang memperoleh kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara juga aktif menulis dengan tema pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisannya tersebut, dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Untuk mengenang jasa dan perjuangan Ki Hajar Dewantara, pemerintah memberikan julukan “Bapak Pendidikan” dan menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Tema Hari Pendidikan Nasional
Untuk kamu nih yang belum tau, peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2021 ini bertemakan “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar”.
Nah, tema ini disebutkan dalam laman website Kemdikbud dan ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan cara merayakan Hardiknas di tengah pandemi Covid-19 melalui surat edaran Nomor 27664/MPK.A/TU.02.03/2021.
Makna Logo Hari Pendidikan Nasional
Logo Hardiknas Hari Pendidikan Nasional 2021
Logo Hardiknas 2021 ini kurang lebih sama dengan tahun 2020 lalu. Logo ini terbentuk dari tiga elemen, yaitu bintang, keceriaan, dan pena. Logo ini juga selaras dengan cita-cita Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei juga diperingati sebagai hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara,lho……..
Apa saja makna dari ketiga elemen tersebut?
1. Bintang
Bintang menggambarkan semangat Hardiknas untuk melahirkan generasi Indonesia yang unggul, cerdas, dan berkarakter. Dengan garis luwes menggambarkan semangat adaptif dan tangguh menghadapi perubahan zaman yang kian dinamis.
2. Keceriaan
Keceriaan yang ada pada logo Hari Pendidikan Nasional ini menggambarkan suatu suasana pendidikan Indonesia yang sangat menggembirakan, gotong royong, serta partisipasi publik dalam memperingati Hardiknas 2021 ini.
3. Pena
Pena menggambarkan proses pendidikan sebagai proses penciptaan karya yang memerlukan perpaduan holistik antara kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual.
Sejarah Logo Tut Wuri Handayani
Kamu pasti tau bahwa Hardiknas itu identik dengan logo Tut Wuri Handayani. Untuk kamu yang belum tau, logo ini tuh gak sembarang logo aja. Logo ini tentu punya sejarah tersendiri. Kira-kira kenapa logo ini dipakai?
Nah, logo Tut Wuri Handayani ini digunakan sudah sejak tahun 1977 yang berawal dari sayembara pembuatan logo ini. Pada tanggal 14 Februari 1977 dibentuk panitia sayembara pembuatan lambang departemen ini.
Pada sayembara tersebut memiliki tim juri antara lain, Dr. Soekmono yang merupakan dosen Departemen Seni Rupa ITB, Prof. Drs. HA Sadali dan Drs. Abdulkadir yang merupakan Ketua Sekolah Tinggi Seni Rupa (ASRI) Yogyakarta. Saat itu, terdapat 1.600 logo yang diseleksi namun tak satupun terpilih.
Terdapat 10 logo yang dapat digolongkan sebagai logo terbaik. Dari kesepuluh logo tersebut dimodifikasi menjadi logo tut wuri handayani yang bisa dilihat hingga saat ini. Pada 6 September 1977, logo tut wuri handayani ditetapkan melalui SK Menteri Nomor 0398/M/1977.
Arti Logo Tut Wuri Handayani
Kalau di atas kita sudah bahas sejarah singkat logo Tut Wuri Handayani, kita kali ini bahas artinya. Lagi-lagi ini arti bukan sembarang arti. Tapi makna yang mendalam tersirat dari logo ini.
Dilansir dari halaman website kemendikbud.go.id, kita akan bahas apakah sebenarnya arti dari logo Tut Wuri Handayani ini.
1. Bidang
Bidang Segi Lima (Biru Muda) menggambarkan alam kehidupan Pancasila.
2. Semboyan
Semboyan Tut Wuri Handayani digunakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam melaksanakan sistem pendidikannya. Pencantuman semboyan ini berarti melengkapi penghargaan dan penghormatan kita terhadap almarhum Ki Hajar Dewantara yang hari lahirnya telah dijadikan Hari Pendidikan Nasional.
3. Belencong
Belencong Menyala Bermotif Garuda Belencong (menyala) merupakan lampu yang khusus dipergunakan pada pertunjukan wayang kulit. Cahaya belencong membuat pertunjukan menjadi hidup.
4. Burung Garuda
Burung Garuda(yang menjadi motif belencong) memberikan gambaran sifat dinamis, gagah perkasa, mampu dan berani mandiri mengarungi angkasa luas. Ekor dan sayap garuda digambarkan masing-masing lima, yang berarti: “satu kata dengan perbuatan Pancasilais”.
5. Buku
Buku merupakan sumber bagi segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
6. Warna
Warna putih pada ekor dan sayap garuda dan buku berarti suci, bersih tanpa pamrih.
Warna kuning emas pada nyala api berarti keagungan dan keluhuran pengabdian.
Warna biru muda pada bidang segi lima berarti pengabdian yang tak kunjung putus dengan memiliki pandangan hidup yang mendalam (pandangan hidup Pancasila).
Ucapan Hari Pendidikan Nasional